17 TAHUN MENUNGGU, 17 TAHUN MERINDU
Dalam buaian malam hening, Tujuh Belas
tahun yang lalu_
TERDENGAR suara jerit tangis bayi ketika itu. Suara khas
yang indah tersebut menggema di dalam ruang 3 x 4 meter persegi. Ruangan yang
mungkin tidak layak untuk seorang anak manusia terlahir. Beralaskan tikar lusuh
dan berpagar jeruji besi. Ketika itu tepatnya tanggal 28 April 1994, malam
jum’at kliwon pukul 23.30 dalam dekapan malam yang hening bayi yang begitu
cantik, dengan berat badan 3,5 kilogram telah terlahir dengan selamat. Sebut
saja namanya Asna.
~*0*~
MENTARI pagi tampak tersenyum di ufuk timur. Cahanya
melambai mengusap wajah bumi yang gersang, mengusir awan-awan putih yang tebal,
dan menampar wajahku yang masih tergeletak di atas bantal empuk berwarna pink.
Mataku perlahan terbuka. Ku dapati pintu kamar telah terbuka begitu pula dengan
jendela kamarku. Semuanya telah terbuka dan terlihat rapi. Ku alihkan pandangan
pada meja di samping kanan tempat tidurku yang telah terhidang sarapan. Satu piring
nasi goreng dengan hidangan yang cantik dan segelas susu putih sudah
menungguku. Mungkin sejak beberapa waktu yang lalu, ketika Bu Rosidah, ibu
angkatku menghidangkannya untukku.
Makanan yang telah terhidang tidak segera aku santap. Aku
bangkit dari tempat tidur, dan mendekati jendela untuk menerawang panorama pagi
yang indah. Dari kejauhan terlihat ratusan orang tengah memenuhi jalanan hitam
pagi itu. Dengan warna baju yang berbeda-beda memberikan nuansa pagi yang
berbeda pula. Jalanan yang semula hitam menjadi indah berwarna. Memang, ketika
hari minggu telah datang, pagi di Kota Metro sangatlah ramai. Dari orang tua
yang sudah ber-uban lebat sampai anak-anak balita, menyempatkan untuk
berlari-lari kecil di Taman Kota. Mereka tampak begitu bahagia, senyuman,
keringat, dan obrolan terlihat jelas dari wajah mereka.
Ku palingkan pandangan pada sarapan yang telah Ibu
angkatku hidangkan. Aku memakannya sedikit dan aku ganti baju langsung bergegas
pergi menikmati panorama pagi. Saat itu, aku termasuk kedalam kerumunan yang
mewarnai jalanan Taman Kota di pagi hari. Dengan baju kuning dan celana jeans biru aku terus saja berjalan
sembari memandangi muda mudi yang tengah dilanda asmara. Mereka tampak begitu
menikmati obrolannya. Aku terus berjalan. Hingga ku dapati seorang wanita yang
mengenakan baju satu tipe denganku. Kaos yang agak ketat, bercelana jeans, dan mengenakan kerudung yang
mungkin tidak bisa dinamai kerudung, karena sangat kecil dan transparan. Itulah
yang terkadang membuatku malas mengenakan kerudung. Karena banyak perempuan
yang memakai kerudung tetapi tingkah lakuknya sama saja dengan yang tidak
berkerudung, bahkan ada yang lebih parah. Padahal, dulu sangat jarang yang
mengenakan kerudung. Tetapi memang sangat terlihat perbedaan antara keduanya. Lain
dengan sekarang. Mungkin termasuk aku, yang memakai kerudung tetapi masih belum
sesuai dengan ajaran islam.
Aku melihat sebuah tempat duduk, kosong tanpa penghuni.
Tanpa menunggu lama, aku duduk dan memainkan handphone yang aku genggam sedari rumah. Tampak Ibu angkatku
mengirimkan pesan, dia bertanya posisiku dimana. Aku balas sedang jalan-jalan,
setelah itu dia tak lagi mengirim pesan. Ku pencet
handphone ku sekali lagi. Ku
keluarkan headset dan ku dengarkan
lagu. Hingga tiba-tiba aku dikejutkan oleh seorang anak kecil dengan setumpuk
koran di tangannya. Dia tiba-tiba muncul dan menawariku koran yang berharga
hanya 1000 rupiah saja. Aku ambil uang seribu di saku celanaku. Aku memberikan
pada anak tersebut dan dia pun memberiku koran lalu pergi menjauh dengan
meneriakkan “koran”.
Aku merasa sangat berbeda hari ini. Seorang Asna
pagi-pagi membaca koran? Hal yang terbilang tidak masuk diakal. Padahal bagi
Asna namanya membaca adalah hal yang sangat menjemukan.
Lembaran demi lembaran aku buka. Hingga ku temukan
lembaran yang membuat diriku tercengang. “Seorang Napi Perempuan, Melahirkan di
Dalam Bui” itulah judul yang terpampang dengan ukuran yang cukup besar. Hatiku
merasa terpukul membacanya. Tidak bisa dibayangkan anaknya nanti yang berstatus
anak seorang Napi dan terlahir didalam penjara. Pastilah begitu besar beban
moral anaknya tersebut.
Tak lama memikirkan hal tersebut, aku sadar harus segera
pulang. Ada satu hal yang sangat aku tunggu-tunggu selama ini. Hal yang selalu
aku cari tahu tentangnya. Tentang Ibu kandungku. Karena Ibu angkatku akan
menceritakan semuanya hari ini. Tepatnya di usiaku yang sangat manis. Sweat seventeen. 28 April 2011. dengan
koran yang aku pegang ditangan kananku, aku berjalan tanpa memperhatikan
sekitarku. Bahkan temanku Atika memanggil saja aku tidak menanggapinya. Fokusku
saat ini adalah segera sampai ke rumah dan mengetahui yang selama ini aku cari.
Ibu kandungku. Ibu yang telah tega membuang anaknya sendiri. Ibu yang
membiarkan anak kandungnya tidak merasakan ASI dan kasih sayang Ibunya sendiri.
Pukul 07.58 WIB, aku tiba di rumah dan ku dapati seorang
perempuan dengan mata yang berkaca-kaca. Aku tidak tahu siapa perempuan itu.
Bergames hijau dan berjilbab Hitam.
Kulitnya putih langsat. Bibirnya tampak pucat. Sekilas aku memandang,
sepertinya perempuan tersebut adalah perempuan yang paham agama. Tanpa menunggu
lama, dengan penampilanku yang apa adanya. Aku jabat tangan perempuan tersebut
yang tiba-tiba air matanya menetes. Aku benar-benar tidak mengerti ketika itu.
Siapa perempuan tersebut, dan kenapa dia meneteskan air mata ketika melihatku.
Aku tidak seberapa memikirkannya, yang aku pikirkan adalah janji Ibu angkatku
yang akan memberitahu dan menceritakan semuanya tentang aku dan juga tentang
Ibuku yang entah dimana keberadaannya.
“Bu, Ibu Ingat kan, sekarang tanggal berapa?” tanyaku
pada Ibu Rosidah, Ibu angkatku.
Ibu angkatku hanya terdiam. Beliau hanya menganggukkan
kepala yang berarti “Iya”. Ibu angkatku menyuruh aku untuk duduk. Duduk tepat
di samping perempuan yang sangat asing dimataku, walaupun entah mengapa hatiku
seperti begitu dekat dengan perempuan tersebut. Jantungku pasti berdegup
kencang acap kali melihat mata perempuan berjilbab itu. Lago-lagi aku
menepiskan semua hal selain cerita Ibu angkatku.
“Asna, sudah 17 tahun kamu bersama Ibu. Kamu sudah bukan
orang lain bagi Ibu. Kamu sudah seperti anak Ibu sendiri.” Ibu angkatku memulai
dengan linangan air mata yang berderai cukup deras dari matanya. Sebagai sesama
perempuan aku pun tercemplung pada
suasana. Air mataku berlinang, dan lagi-lagi perempuan asing itu pun demikian.
“Sejak kecil Asna selalu bersama Ibu. Apa yang Asna mau
berusaha Ibu penuhi. Asna nakal, Asna tersenyum, Asna menangis, menjadi
kenangan yang sangat sulit untuk Ibu lupakan. Dan ketika nanti Asna harus
pergi, Ibu tidak bisa membayangkan itu semua. Anak yang Ibu besarkan, harus
pergi meninggalkan Ibu seorang diri.” Tambah Ibu angkatku.
Aku semakin tidak mengerti ketika itu. Jujur, aku paling
benci dengan air mata. Tetapi, ketika itu air mata tak bisa lagi terbendung.
Aku menangis, dan ku dekati Ibu angkatku, ku peluk, dan ku cium keningnya.
Sementara Ibu angkatku menangis juga dan memelukku dengan erat.
“Apa kau sudah siap dengan keyantaan ini Na?” tanya Ibu
angkatku dengan suara yang lirih.
“Ini semua sudah seharusnya terjadi, Bu. Siap atau tidak
siap, inilah hal yang selama ini Asna tunggu. Asna mengetahui siapa Ibu kandung
Asna yang dengan teganya membuang anaknya sendiri.” Ujarku keras.
Perempuan yang tidak aku kenal tersebut tercengang.
Ekspresi wajahnya mendadak berubah. Tetapi sekali lagi tidak aku pikirkan hal
tersebut.
“Tapi berjanjilan Na, berjanjilah pada Ibu. Jangan kau
membenci Ibumu. Karena dia melakukan hal ini dengan sangat terpaksa.” Ucap Ibu
angkatku sembari melepas pelukannya.
“Tidak Bu. Bagi Asna, tidak ada yang terpaksa untuk
seorang anak dari seorang Ibu. Menurut Asna ibu kandungku tetaplah bersalah.
Tetaplah bukan Ibu yang baik.” Ujarku sembari menatap tajam mata Ibu angkatku.
Suasana menjadi hening. Ibu angkatku hening, aku hening,
begitu pula dengan perempuan asing itu.
“Maafkan Ibu, Nak....”
Tiba-tiba terdengar suara yang sangat mencengangkan hatiku.
Ucapan tersebut terdengar dari seorang wanita yang sangat asing itu.
“Nak” apa maksudnya ini semua. Aku semakin tidak mengerti
pada wanita berjilbab itu. Mengapa dia memanggilku dengan sebutan itu. Bukankah
yang berhak menggunakannya hanya Ibu angkatku? dan juga Ibu kandungku. Timbul
pertanyaan dalam benakku ketika itu, apakah berati perempuan asing tersebut
adalah..... Tidak!
“Maafkan Ibu, Nak....” ucapnya sekali lagi. Kali ini dia
sembari bergegas bangkit dan memelukku. Aku sangat risih dengan itu semua.
Tidak lama dia memelukku, aku melepaskan pelukkannya seraya menjauhi perempuan
tersebut.
“Siapa kamu? Hanya Ibuku yang berhak memelukku..! kau
sama sekali tidak berhak!” ucapku kasar.
“Asna, anakku.. Maafkan Ibu. Ibu sangat terpaksa
melakukan ini semua..” ucapnya semakin mencengangkan hatiku. Aku benar-benar
tidak percaya kalau dia adalah Ibuku. Ibu kandungku. Ibu yang telah tega menyia-nyiakan
anak kandungnya sendiri.
“Asna... maafkan Ibu...” ucapnya semakin lirih dengan air
mata yang berderai hebat dari matanya.
Mataku basah. Dadaku sesak. Ingin aku hancurkan semua
yang ada dihadapanku ketika itu. Di usiaku yang genap 17 tahun, aku dapati
orang yang selama ini aku sangat penasaran tentangnya. Kini orang tersebut
telah berada tepat di depan wajahku.
“Selama 17 tahun aku kau telantarkan. Selama 17 tahun kau
biarkan aku kehausan kasih sayang dari seorang ibu, Ibu kandung. Dan sekarang,
seperti tak berdosa kau datang, untuk mengambilku? Manusia macam apa kamu?”
ucapku kesal.
“Asna, Ibumu tidak bermaksud melakukan itu semua, Na..”
sahut Ibu angkatku mencoba menenangkanku yang rtengah dikuasai amarah.
“Tidak bermaksud? Tidak bermaksud apa? Alangkah kejamnya
seorang Ibu yang membiarkan anak kandungnya tidak meneguk setetes pun ASI
darinya. Kenapa tidak kau bunuh saja aku ketika lahir? Kenapa?” teriakku.
“Ibu melakukan itu karena Ibu sayang padamu, Na..”
ujarnya sembari mendekatiku.
“Sayang macam apa yang kau berikan? Tidak mungkin ketika
kau sayang, kau malah menelantarkan anakmu sendiri. Sayang macam apa, hah?” aku
semakin tidak terkendali. Aku kalut dalam perasaan.
“Karena Ibu tidak mau kau besar di Bui, Na..” ucapnya
dengan keras, mencoba menenangkanku.
Aku semakin tercengang.
Aku terdiam.
“Karena Ibu tidak mau membesarkanmu di Bui. Ibu ingin kau
seperti anak-anak yang lain. Kau anak Ibu satu-satunya. Ibu tidak mau membuatmu
menderita dengan kondisimu. Itu alasannya Ibu menitipkanmu pada Bu Rosidah.
Teman Ibu yang sangat Ibu percaya. Semua Ibu lakukan karena Ibu tidak ingin
membebanimu dengan status Ibumu yang seorang narapidana.” Ucapnya.
“Jadi...”
Aku tidak berkata apa-apa. Dadaku semakin sesak, dan air
mataku semakin mencucur deras.
“Iya... Kau anak Ibu. Anak seorang Narapidana. Ini yang
selama ini Ibu tidak inginkan. Kau mengetahui kalau kau terlahir di dalam
penjara, dan kau anak seorang narapidana...” ucapnya sembari meraih tubuhku
yang lemah tak berdaya. Pikiranku oleng.
Tubuhku bergetar. Aku benar-benar tidak percaya kalau aku anak seorang
narapidana. Aku terlahir di dalam penjara. Tempat yang sangat aku benci.
“Maafkan Ibu Na...” tangis Ibu kandungku semakin
memuncak. Dia memeluk tubuhku dengan erat. Dia cium keningku, dan menyapu air
mataku.
“Ibu tidak seperti yang kamu bayangkan, Na. Ibu menjadi
Narapidana karena Ibu mencoba menyelamatkanmu ketika masih di dalam perut Ibu.
Ketika ayahmu hendak membunuhmu. Dan untuk menyelamatkanmu, Ibu membunuh
ayahmu. Itupun bukanlah sebuah kesengajaan. Ibu hendak berlari dan mengibaskan
ayahmu hingga ia terjatuh dari lantai dua. Dia langsung meninggal ditempat.
Hingga akhirnya, mertua Ibu, atau orang tua dari ayahmu menjebloskan Ibu
kedalam penjara. Yang ketika itu ibu dalam keadaan hami. Maafkan Ibu, Na. Ini
semua bukanlah kemauan Ibu.” Ujarnya menjelaskan.
Ibu Rosida, Ibu angkatku tak hentinya meneteskan air
mata. Begitu pula dengan aku dan Ibu kandungku. Pada awalnya aku sangat tidak
bisa menerima semuanya. Tetapi aku sadar, inilah aku. Inilah yang harus terjadi
kepadaku. Walau aku anak seorang narapidana, walau aku anak yang terlahir di
dalam penjara. Aku bukanlah orang yang kotor. Aku bukanlah orang yang bersalah.
Semua ini bukan inginku. Semua ini bukan ingin Ibuku, dan semua ini bukanlah
ingin siapa-siapa.
Aku yakin, ketika bisa memilih, tidak ada orang yang
menginginkan hal seperti ini terjadi. Diusiaku yang seharusnya menyenangkan,
kali ini malah aku rasakan kepahitan yang dalam. Walaupun, kepahitan tersebut
lambat laun lenyap karena kasih sayang Bu Aisyah, Ibu KANDUNGKU. Seseorang yang
sangat aku rindukan kehadirannya selama 17 tahun. Seseorang yang sangat aku
tunggu kedatangannya. Seseorang yang sempat paling aku benci. Sosok dalam
sejarah yang begitu memprihatinkan.
Ibu, tak mengapa aku terlahir di penjara.
Karena yang terpenting aku lahir dari rahimmu
Tak mengapa aku anak mantan narapidana
Karena yang terpenting aku anakmu.
Maafkan aku Ibu. Maafkan telah melukai hatimu
Ditengah tiupan angin dan seruan adzan, markas besar
Pelajar Muhammadiyah
29 April 2011, 15.19 WIB
Angin itu Kunamai "Perpisahan"
Biasanya, rembulan sudah tersenyum ketika aku membuka jendela kamarku. Namun, malam ini ia tak nampak. Bahkan, jutaan bintang yang biasanya sudah bermain riang saat aku membelah malam, kini satu pun tak terlihat. Gelap. Tetapi, ada satu yang tak berubah. Jangkrik di samping rumahku tetap bersorak,mengisi kehampaan.
Tapi sayangnya, kali ini bukan jangkrik yang aku harapkan kehadirannya. Bukan pula suaranya yang ingin aku dengar untuk memecahkan kesunyian. Tapi dia, dia yang aku harapkan kehadirannya malam ini. Aku ingin dia yang berdiri di depan pandanganku, dan suaranya yang memecahkan hening di malamku. Tapi, langkahnya tak juga aku dengar...
Huft...
Datanglah... Sebelum hujan membuatmu tak tahu saat aku menangis...
MAKALAH ILMU PENDIDIKAN UMUM
I. ILMU PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
A. Pengertian
Pendidikan
Dalam mengetahui arti pendidikan, ada dua istilah yang biasanya diginakan
dalam pendidikan. Yaitu Paedagogi yang berarti pendidikan, dan paedagogia
yang berarti ilmu pendidikan[1].
Tetapi, ada juga yang menjelaskan, untuk mengetahui pengertian pendidikan, ada
dua istilah yang berkaitan, yaitu Paedagogie yang berarti pendidikan,
dan Paedagogik yang berarti Ilmu pendidikan[2].
Tetapi, kesimpulannya pendidikan adalah yang menyelidiki, merenungkan, tentang
gejala-gejala perbuatan mendidik.
Walaupun, pada dasarnya, pendidikan berasal dari kata Paedagogia (Yunani)
yang bermakna pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan Paedagogos adalah
seorang pelayan (bujang) pada jaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan
menjemput anak-anak dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak)
dan agoge (saya membimbing; memimpin)
B. Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Menurut Dr. Sutari Barnadib, Ilmu Pengetahuan adalah suatu
uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek. Sedangkan Drs. Amir Daien
Indrakusuma mengartikan, ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan
metodis tentang suatu hal atau masalah.[3]
1.
Syarat Ilmu Pengetahuan
a.
Obyek formal sendiri adalah
problema–problema yang mencangkup apa, siapa, mengapa, dimana, bilamana
hubungannya dengan usaha membawa anak didik kepada suatu tujuan.
b.
Metode penelitian adalah
metode eksperimen yang digunakan untuk menyelidiki dalam bidang metode
pengajaran, sistem pendidikan dan lain-lain
c.
Sistematika uraian adalah
menggolong–golongkan problema berbagai masalah
kedalam beberapa unsur komponen dan dengan pembahasan masalah demi
masalah ilmu pendidikan.[4]
2.
Objek Ilmu Pengetahuan
a.
Obyek materia adalah
manusia dengan segala kegiatannya.
b. Obyek forma adalah kegiatan manusia dalam membimbing
perkembangan manusia lain kearah tujuan tertentu[5]
C. Pendidikan
Sebagai Ilmu Pengetahuan
Dari pengertian pendidikan dan ilmu pengetahuan, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Karena diadakannya
proses pendidikan yaitu untuk membuat seseorang menjadi dewasa, dan itulan
tujuan dari proses pendidikan.
II. PENGERTIAN DAN FAKTOR-FAKTOR
PENDIDIKAN
A. Pengertian
Pendidikan
Dalam mengetahui arti pendidikan, ada
dua istilah yang biasanya diginakan dalam pendidikan. Yaitu Paedagogi
yang berarti pendidikan, dan paedagogia yang berarti ilmu pendidikan[6].
Tetapi, ada juga yang menjelaskan, untuk mengetahui pengertian pendidikan, ada
dua istilah yang berkaitan, yaitu Paedagogie yang berarti pendidikan,
dan Paedagogik yang berarti Ilmu pendidikan[7].
Tetapi, kesimpulannya pendidikan adalah yang menyelidiki, merenungkan, tentang
gejala-gejala perbuatan mendidik.
Walaupun, pada dasarnya, pendidikan
berasal dari kata Paedagogia (Yunani) yang bermakna pergaulan dengan
anak-anak. Sedangkan Paedagogos adalah seorang pelayan (bujang) pada
jaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak dari
sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge
(saya membimbing; memimpin)
B. Faktor-Faktor
Pendidikan
1.
Faktor Tujuan
Faktor tujuan menjelaskan bahwa
pendidikan adalah perbuatan mendidik merupakan perbuatan yang bertujuan[8].
Tetapi, menurut Langeveld dalam bukunya Baknopte Teoritische Pedagogik
membedakan tujuan pendidikan menjadi: 1) Tujuan Umum, 2) Tujuan tidak sempurna
atau tidak lengkap, 3) Tujuan Sementara, 4) Tujuan Perantara, 5) Tujuan
Insidental[9]
2.
Faktor Pendidik
Pendidik adalah orang yang sudah
dewasa, karena mereka harus membawa anak pada tingkat kedewasaan[10].
Pendidik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendidik menurut kodrat; Orang
tua dan Pendidik menurut jabatan; Guru.
3.
Faktor Anak Didik
Anak didik yaitu orang yang belum
dewasa, dan masih menjadi tanggung jawab pendidik.
4.
Faktor Alat-Alat Pendidik
Untuk mencapai tujuan, perlu adanya
alat-alat. Bentuk alat-alat pendidik yaitu perintah, larangan, nasihat,
hukuman, dan hadiah. Yang itu semua harus ada ketika proses pendidikan. Dan
dapat disimpulkan bahwa alat-alat pendidik adalah perbuatan atau situasi yang
diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan[11]
5.
Faktor Alam Sekitar
III. TEORI-TEORI PENDIDIKAN
A. Aliran-Aliran
Pendidikan
1. Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer (1788-1880) ahli pikir jerman.
Dan didukung Prof. Heymans. Aliran ini berasal dari kata Natives yang berarti
pembawaan. Maka aliran ini mengatakan bahwa pendidikan tidak dapat mempengaruhi
perkembangan manusia, atau manusia itu tidak dapat dididik[14].
Karena yang menjadikan seseorang menjadi dewasa adalah bawaan dari diri
seseorang itu sendiri.
2. Empirisme
Aliran ini bertolak belakang dengan Nativisme. Tokohnya adalah John
Locke, psikolog dan paedagoog dari bangsa Inggris. Aliran ini mengatakan bahwa
manusia terlahir dengan jiwa yang masih kosong, dan diibaratkan kertas yang
masih putih. Dan pendidikanlah yang menjadi coretan dalam kertas tadi. Jadi,
disimpulkan bahwa, kecerdasan atau kedewasaan seseorang dipengaruhi oleh sejauh
mana mereka mencari pengalaman.
3. Konvergensi
Tokoh utamanya adalam Wiliam Stren. Aliran ini adalah penggabungan antara
Nativisme dan Empirisme. Yaitu mengatakan bahwa kecerdasan atau kedewasaan
seorang anak akan didapatkan selain dari faktor bawaan, juga didapatkan dari
proses pengalaman. Jadi, keduanya berbanding lurus untuk mencapai kedewasaan.
B. Teori-Teori
Pendidikan
1. Behaviorisme
Teori ini mengatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi
harus memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan
perilaku daripada fokus pada apa yang tersedia dalam individu
persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan, dan sebagainya[15]
2. Kognitivisme
Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu the way in which we learn.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pemikiran. Inilah yang disebut dengan
filosofi Rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi dalam
lingkungan. Teori ini berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana orang-orang
berfikir. Aliran ini menjelaskan juga bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan
secara alami kegiatan mental internal dalam diri kita[16]
3. Teori
Konstruktivisme
Teori ini mengatakan bahwa mengetahui bermakna mengetahui bagaimana
membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika
ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. keterkaitannya
dengan pembelajaran menurut teori ini yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh
pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri[17]
4. Teori Belajar
Humanistik
Pada dasarnya, teori ini memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia.
Oleh karena itu, proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar
telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si
pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat-laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya[18]
IV. DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN
A. Dasar
Pendidikan
1.
Dasar Pendidikan Umum
Dalam pendidikan, secara umum
didasari sebuah cita-cita atau tujuan apa yang dia ingin dapatkan. Baik dari
segi agama, nilai-nilai hidup, ataupun yang lainnya. Adapun, dasar pendidikan antara lain sebagai
berikut,
a. Manusia adalah
ciptaan Tuhan. Hingga memiliki tujuan memuji nama Tuhan, melaksanakan tugas
dari pada-Nya.
b. Manusia adalah
insan yang memiliki kedudukan dan tugas yang sama. Hingga bertujuan melakukan
tugas kemanusiaan, membangun kebahagiaan umat manusia.
c. Manusia hidup
mengelompok menurut bangsa dan negara. Tujuan, membentuk warga negara yang
baik. Bertanggung jawab, menciptakan masyarakat adil dan makmur.
d. Manusia hidup
bermasyarakat. Tujuan, menjadi anggota masyarakat yang baik.
e. Manusia adalah
makhluk moral. Tujuan, hidup sehat jasmani dan rohani[19].
2. Dasar Pendidikan Indonesia
Adapun,
dasar pendidikan di Indonesia adalam pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Karena dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa tujuan Negara Indonesia salah satunya
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
B. Tujuan
Pendidikan
Pada dasarnya Pendidikan mempunyai tujuan yakni pendewasaan. Tetapi,
dapat dibebedakan tujuan pendidikan sebagai berikut,
1.
Tujuan Umum (tujuan yang umum atau total). Yaitu
kedewasaan anak didik.
2.
Tujuan khusus (pengkhususan tujuan umum), yaitu
kedewasaan anak didik yang didapatkan dari kita melihat pembawaan ank itu
sendiri, lingkungan keluarga, tujuan anak didik tersebut, diri anak didik,
tugas lembaga pendidikan, tugas bangsa dan umat manusia.
3.
Tujuan tak Lengkap (masih terpisah-pisah), yaitu
berkaitan dengan kepribadian manusa dari satu aspek saja, berhubungan dengan
nilai-nilai hidup tertentu. Misal, kesusilaan, keagamaanm keindahan,
kemasyarakatan, pengetahuan, dsb.
4.
Tujuan Sementara, yaitu titik-titik perhatian
sementara yang dijadikan persiapan untuk menuju pada tujuan umum.
5.
Tujuan Insidental adalah tujuan yang terpisah dari
tujuan umum, tetapi terkadang mengambil bagian dalam menuju ke tujuan umum.
Tujuan ini bisa muncul tiba-tiba, sesuai kondisi. Atau dengan kata lain
kondisional.
6.
Tujuan Intermedier yaitu tujuan yang berkaitan dengan
penguasaan sesuatu pengetahuan atau keterampilan demi tercapai tujuan
sementara. Misal, anak belajar membaca dsb[20].
V. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
A. Aspek
Pendidikan Agama
Aspek ini mempunyai dasar bahwa manusia merupakan homoreligious, oleh
karena itu, mempunyai tujuan membentuk manusia yang beragama atau
berkepribadian religious. Adapun pembentukan manusia beragama ini mencakup
pembentukan kesadaran, sikap mental positif, dan perbuatan religious.
B. Aspek
Pendidikan Moral atau Kesusilaan
Aspek ini didasari bahwa manusia sebagai makhluk ethis atau beretika,
oleh karena itu, bertujuan membentuk manusia susila. Adapun pembentukan sikap
moral mencakup terbentuknya sikap positif terhadap keindahan dan dapat
menciptakan keindahan.
C. Aspek
Pendidikan Kesenian
Didasari bahwa manusia sebagai makhluk estetis. Bertujuan membentuk
manusia estetis. Adapun pembentukan sikap estetis mencakup dapat menikmati
keindahan, sikap positif terhadap keindahan, dan dapat menciptakan keindahan.
D. Aspek
Pendidikan Sosial
Didasari oleh manusia sebagai makhluk sosial (homohomoni socious). Karena
itu, bertujuan membentuk anak menjadi manusia sosial.
E. Aspek Pendidikan
Kewarganegaraan
Didasari manusia sebagai zoon politicon, sadar politik, sadar sebagai
warganegara. Tujuan, membentuk manusia menjadi insan politik (tahu hak dan
kewajiban) sebagai warga negara.
F. Aspek
Pendidikan Kecerdasan
Didasari manusia sebagai homo sapiens. Tujuan, membentuk manusia cerdas
atau tajam otaknya dan sikap jiwa ilmiyah (scientific attitude).
G. Aspek Pendidikan
Vak atau Keterampilan
Didasari manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan tangan untuk
menciptakan sesuatu. Bertujuan, mewujudkan keseimbangan antara head, heart, dan
hand.
H. Aspek
Pendidikan Jasmani
Didasari manusia sebagai makhluk biologi (mens sana in
corporesano). Tujuan, membina atau memperkembangkan fisik supaya sehat dan
kuat.
VI. LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan adalah suatu badan tempat
berlangsungnya proses pendidikan[21]. Adapun lembaga pendidikan terbagi menjadi
tiga, yaitu:
A. Lembaga
Pendidikan Formal
1.
Sekolah
Lembaga pendidikan dikatakan formal
karena diadakan di sekolah/tempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai
jenjang, dan dalam kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari TK sampai
Perguruan Tinggi, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan. Pada umumnya,
lembaga pendidikan formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang
meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah umtuk membina generasi muda yang
dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Sekolah adalah lembaga dengan
organisasi yang tersusun rapi dan segala aktivitasnya direncanakan dengan
sengaja yang disebut kurikulum.
2.
Jenjang lembaga pendidikan formal
Berawal dari Pendidikan Dasar, yang
terdiri dari TK dan SD. Dilanjutkan ke Pendidikan Menengah (Sekolah Menengah
Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah tingkat atas), dan ketika sudah dijalankan
semua barulah pada jenjang terakhir yakni Pendidikan Tinggi.
3.
Jenis Lembaga Pendidikan Formal
Terbagi dalam dua jenis, yakni Umum
(SMA, SMP, SD, TK) dan Kejuruan (SMK, STM, SMEA, MA, MTs, MI, RA). Yang
kesemuanya itu nantinya akan menuju Pendidikan Tinggi.
4.
Tujuan
pengadaan pendidikan Formal
a. Tempat sumber
Ilmu Pengetahuan
b. Tempat untuk
mengembangkan bangsa.
c. Tempat untuk
menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat
sehingga siap pakai.
B. Lembaga
Pendidikan Non Formal
Lembaga pendidikan non formal sering disebut pendidikan luar sekolah
(PLS) ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja,
tertib, dan berencana diluar kegiatan persekolahan. Komponen-komponen
pendidikan harus disediakan sesuai dengan keadaan anak didik agar hasilnya
memuaskan. Adapun komponen tersebut meliputi,
a.
Guru atau tenaga pengajar atau pembimbing atau tutor.
b.
Fasilitas
c.
Cara menyampaikan atau metoda
d.
Waktu yang dipergunakan
Bidang pendidikan Non Formal
Menurut surat keputusan menteri Dep. Dik.Bud. nomor: 079/O/1975 tanggal
17 April 1975, bidang pendidikan non-formal meliputi,
a.
Pendidikan Masyarakat
b.
Keolahragaan
c.
Pembinaan generasi muda.
C. Lembaga
Pendidikan In Formal
Pendidikan ini berlangsung ditengah keluarga. Namun, mungkin juga bisa
terjadi diluar lingkungan keluarga atau disekitar lingkungan keluarga, seperti
perusahaan, pasar, terminal, dan lain-lain yang berlangsung setiap hari tanpa
ada batas waktu. Pendidikan ini tidak menggunakan pengorganisasian yang ketat
dan tanpa ada batas waktu, dan tanpa adanya evaluasi[22].
VII. GURU SEBAGAI PENDIDIK
A. Syarat-Syarat
Guru yang Baik
Guru yang
baik memiliki persyaratan sebagai berikut,
1. Berizajah
2. Sehat jasmani
dan rohani
3. Taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
4. Bertanggung
jawab
5. Berjiwa Nasional
B. Sikap dan
Sifat Guru yang Baik
1. Guru harus
berlaku adil
2. Harus dipercaya
dan mencintai murid-muridnya
3. Harus sabar dan
rela berkorban
4. Harus mempunyai
wibawa (gezag) terhadap anak didik
5. Guru hendaklah
orang penggembira
6. Harus bersikap
baik terhadap guru lain
7. Bersikap baik
terhadap masyarakat
8. Harus menguasai
benar mata pelajarannya
9. Harus menyukai
mata pelajaran yang diberikannya
10. Hendaklah
berpengetahuan luas
C. Ciri-Ciri
Guru Profesional
1. Menjunjung
tinggi martabat kemanusiaan
2. Menjalani
persiapan profesional yang memadai
3. Selalu berusaha
menambah pengetahuannya
4. Memiliki kode
etik jabatan
5. Memiliki
keaktifan intelektual untuk menjawab permasalahan setiap adanya perubahan
6. Selalu ingin
belajar mendalami suatu bidang keahlian
7. Memandang
jabatannya sebagai karir hidup (a life career)
8. Menjadi anggota
suatu organisasi profesi (kelompok kepala sekolah, pemilik sekolah, guru mata
pelajaran tertentu)[23]
[1] Drs. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan,
(Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal. 1
[2] Dr. M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, M.Pd., Landasan
Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta, Rajawali Pers, 2009)
[3] Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2007), hal. 79
[4] Ibid, hal. 79-82
[5] Drs. H. Bahudji, M.Ag., Ilmu Pendidikan Umum,
(Metro, STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), hal. 1
[6] Drs. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan,
(Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal. 1
[7] Dr. M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, M.Pd., Landasan
Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta, Rajawali Pers, 2009)
[8] Drs. H. Bahudji, M.Ag., Ilmu Pendidikan Umum,
(Metro, STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), hal. 11
[9] Drs. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan,
(Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal. 7-8
[10] Drs. H. Bahudji, M.Ag., Ilmu Pendidikan Umum,
(Metro, STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), hal. 11
[11] Ibid,
hal 12
[12] Ibid
[13] Drs. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan,
(Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal. 10
[14] Drs. H. Bahudji, M.Ag., Ilmu Pendidikan Umum,
(Metro, STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), hal. 8
[15] Dr. M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, M.Pd., Landasan
Pendidikan, (Jakarta, Rajawali Pers, 2009), h. 33
[16] Ibid, h. 50
[17] Ibid, h. 54-55
[18] Ibid, h. 56
[19] Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2007), hal. 102
[20] Ibid,
h. 104-105
[21] Drs. H. Bahudji, M.Ag., Ilmu Pendidikan Umum,
(Metro, STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), hal. 8
[22] Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2007), hal. 162-169
[23] Drs. H. Bahudji, M.Ag., Ilmu Pendidikan Umum,
(Metro, STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), hal. 27-28